Apa Pentingnya Relasi Positif Pelatih-pemain?


Pelatih memegang peranan yang vital dalam pengembangan kemampuan para atlet. Pelatih yang baik bukan sekedar pelatih yang mampu memberi contoh gerakan-gerakan yang benar, tapi ada banyak peran lain yang harus dilakukan.Menurut Short & Short (2005), profesor psikologi olahraga dari Universitas North Dacota, AS, beberapa peran lain dari pelatih adalah sebagai guru, manajer, kompetitor, pembelajar, teman dan sekaligus mentor bagi para atletnya.

Berbagai peran yang harus dilakukan oleh pelatih tersebut menuntut kemampuan teknis yang mumpuni karena pelatih memang harus mengajarkan teknik-teknik dan gerakan-gerakan baru sekaligus menyempurnakan gerakan-gerakan yang sudah dipelajari. Sebagai seorang manajer atau organizer, pelatih harus mampu untuk mengatur proses latihan mulai dari perancangan program hingga mengelola para pemain dalam sebuah sesi latihan agar tujuan latihan terpenuhi. Sebagai kompetitor, seorang pelatih harus mampu menjadi lawan tanding (minimal secara imaginer) bagi seorang atlet. Artinya, pelatih harus mampu memberi motivasi agar atlet bisa menjadi lebih baik.

Sebagai seorang pembelajar, pelatih harus selalu peka dengan keadaan yang ada disekitarnya. Kondisi-kondisi para atlet, cuaca, lingkungan fisik maupun non fisik yang mempunyai potensi mengganggu perkembangan atlet harus benar-benar dipelajari. Situasi itu memang menuntut seorang pelatih menjadi seorang pembelajar yang harus selalu mempelajari hal-hal yang baru di sekitarnya selain mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi terkait dengan cabang olahraganya.

Pelatih harus mampu menjadi teman sekaligus mentor yang menjadi tempat yang nyaman secara emosional bagi para atletnya. Teman adalah tempat untuk berbagi dan tempat untuk mencurahkan kegusaran yang ada di hatinya, sedangkan mentor adalah pembimbing yang tidak menggurui namun dipercaya mempunyai saran-saran dan masukan yang bisa menyelesaikan persoalan.

Hubungan yang positif

Agar peran-peran tersebut bisa dipenuhi secara maksimal, maka pelatih harus mampu membangun relasi yang positif dengan para pemainnya. Secara sekilas, pengertian dari hubungan yang positif ini adalah kondisi yang dicapai pada saat keterdekataan pelatih-atlet (mis. saling percaya, hormat dan menghargai), komitmen (mis. kesepakatan interpersonal dan kesengajaan untuk menjaga hubungan), dan saling melengkapi (mis. kerjasama, kesegeraan, kemudahan dan persahabatan) bisa saling terhubung dan saling berpengaruh.

Melihat definisi di atas, ada tiga elemen penting dalam sebuah hubungan atlet-pelatih. Pertama, adanya keterdekatan antara pemain dan pelatih. Keterdekatan yang dimaksud disini lebih menunjuk pada keterdekatan secara emosional. Fungsi keterdekatan antara pelatih-atlet ini bisa dilihat dari hasil riset Blanchard, dkk. (2009). Riset tersebut membuktikan jika atlet mempersepsi hubungannya dengan pelatih secara positif, maka hal itu akan mempengaruhi secara positif pula kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Kebutuhan-kebutuhan dasar antara lain, kebutuhan akan rasa aman, disayangi dan sebagainya. Efeknya, iklim berlatih akan lebih nyaman.

Elemen kedua adalah adanya komitmen antara kedua belah pihak. Komitmen adalah kesengajaan untuk melakukan sesuatu dengan sepenuh hati yang dalam hal ini adalah saling menjaga relasi sebagai pelatih dan atlet. Komitmen juga bisa memberi dampak yang sangat baik bagi keseriusan dalam menjalankan sesuatu. Komitmen seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:  sport enjoyment, pilihan-pilihan kegiatan, investasi pribadi, hambatan-hambatan sosial, peluang-peluang  yang bisa diperoleh. Jika di dalam hubungan antara pelatih dan atlet telah terjadi sebuah komitmen, maka hubungan tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah efek dari keberhasilan proses pelatihan yang dijalankan oleh seorang pelatih.

Elemen ketiga dari relasi positif antara pelatih dan atlet adalah saling melengkapi antara satu pihak dengan pihak lain. Elemen ini juga menjadi salah satu bukti bahwa seorang pelatih tidak bisa menjadi seorang pelatih yang hebat jika tidak ada masukan atau kritik dari para pemainnya. Kritik atau masukan tersebut sebenarnya merupakan manifestasi dari hubungan yang saling melengkapi tersebut. Pemain dengan nyaman bisa memberikan umpan balik kepada pelatih dalam rangka meningkatkan kualitas proses latihan. Jika hubungan ini belum tercapai, maka relasi antara pelatih dan pemain belum begitu terjalin dengan maksimal.

Salah satu dampak yang terlihat dari hubungan positif ini adalah para atlet akan merasa dirinya menjadi lebih kompeten,  otonom, dan mempunyai rasa terikat dengan pelatih (Amorose, 2007). Perasaan otonom adalah bagian dari motivasi yang berasal dari dalam diri seorang atlet. Artinya, para atlet akan lebih termotivasi dalam berlatih dan motivasi tersebut benar-benar berasal dari dalam dirinya.

Penelitian dari Jowett & Cramer (2010) juga memberi ilustrasi menarik tentang pentingnya relasi positif antara pelatih dan pemain. Hubungan yang positif terbukti memberi dampak yang lebih positif bagi para atlet terhadap cara pandang mereka pada konsep diri, skill development, bentuk tubuh, kompetensi fisiologis, kompetensi mental, dan penampilan secara umum. Para atlet mengaku mempunyai persepsi yang positif terhadap dirinya tersebut setelah mereka sering berbincang-bincang dengan pelatihnya dan tidak pada orang tuanya. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik bahwa kepercayaan para pemain terhadap pelatih berkaitan dengan kemampuan olahraga meraka lebih tinggi dibandingkan kepercayaan mereka terhadap orang tua. Beberapa penelitian di atas jelas menunjukkan betapa pentingnya relasi yang positif terbangun antara pelatih dan atlet.

Sebagai kesimpulan, pelatih bukanlah seorang komandan yang bisa selalu menyuruh apapun kepada anak buahnya. Tapi konsep kepelatihan seharusnya memposisikan pelatih sebagai orang dan individu dalam sebuah lingkungan sosial yang terdiri dari bermacam-macam karakter. Pelatih harus mampu memenuhi peran sebagai guru, mentor, pesaing dan sebagainya itu dalam rangka mencetak atlet-atlet yang berbakat. Seringkali atlet yang potensial harus hilang begitu saja karena kualitas relasi dengan pelatih yang tidak bagus. Pelatih yang baik tidak sekedar menguasai secara teknis semua keterampilan berolahraga, tapi harus pula mampu menguasai elemen psikologi, salah satunya adalah membangun hubungan yang positif.

Daftar Bacaan

Amorosea, A.J., Anderson-Butcher, D., (2007)  Autonomy-supportive coaching and self-determined motivation in high school and college athletes: A test of self-determination theory. Psychology of Sport and Exercise. 8: 654–670

Blanchard, C.M. , Amiot, CE. , Perreault, S., Vallerand, R. J., Provencher, P. (2009) Cohesiveness, coach’s interpersonal style and psychological needs: Their effects on self-determination and athletes’ subjective well-being. Psychology of Sport and Exercise .10; 545–551

Jackson, B., Beauchamp, M.R. (2010) Self-efficacy as a metaperception within coach-athlete and athlete-athlete relationships. Psychology of Sport and Exercise. 11; 188e-196

Jowett, S., Cramer, D., (2010) The prediction of young athletes’ physical self from perceptions of relationships with parents and coaches. Psychology of Sport and Exercise. 11; 140e-147

Short, S. E., & Short M.W,. (2005) Essay Role of the coach in the coach-athlete relationship. Lancet: 366: S29–S30

2 thoughts on “Apa Pentingnya Relasi Positif Pelatih-pemain?

  1. nice article…membantu saya untuk bisa lebih melihat hubungan pelatih dg atlet..oya perkenalkan saya Damar, saya adalah lulusan S1 Psikologi dan saat ini sdg mengambil S2 Psikologi Terapan Olahraga,kebetulan dosen saya yang merekomendasikan blog ini sebagai bahan masukan…maybe next kita bisa saling kontak untuk sharing yaa..keep writing mas

Leave a comment